Selasa, 19 April 2011

Gaul di Negeri Sendiri, baru Gaul di Negeri Orang

Sahabat sebangsa setanah air.. Belakangan ini masyarakat Indonesia sedang dihebohkan dengan berbagai masalah pencurian kekayaan intelektual yang menimpa bangsa kita. Memang miris banget liatnya, apalagi pencurinya itu tetangga sebelah kita yg beberapa puluh tahun lalu meminta bantuan dalam bidang pendidikan ke kita. Mereka minta pertukaran pelajar & bahkan pertukaran guru dengan kita beberapa tahun lalu.
Tapi hasilnya sekarang malah beginii.. ckckck..
Jadi siapa yang sebenarnya salah?
Kita engga harus tunjuk-tunjuk pihak lain untuk dipersalahkan. Cuma perlu melihat suatu masalah dengan lebih objektif aja. Posisikan diri kita sebagai pihak yang berada diluar masalah untuk menemukan apa yg salah dan harus diperbaiki, apapun itu namanya, sebutlah saja mediator, pihak lain yang tidak bekepentingan, atau bahkan sebagai penonton.

Naah, dengan metode tersebut (dan dengan kejujuran yg paling jujur dari dalam hati kita masing-masing, serta kebesaran jiwa untuk mengakui kesalahan juga tentunya) bisa kita simpulkan bahwa pencurian intelektual ini terjadi bukan hanya semata-mata niat dari pelaku tapi juga adanya kesempatan yang terbuka lebar karena keteledoran kita.

Kalau diliat, kita ini punya banyak banget tugas, karena emang banyak & beragam juga budaya yg harus kita jaga. Tapi secara logika, itu emang sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yg juga engga kalah melimpah ruahnya dengan budaya & SDA nya. Iya kan?

Terus kenapa kita engga bisa ngejaga warisan budaya nenek moyang kita? Semua balik lagi dengan rasa tanggung jawab dan kebanggaan kita akan tugas yg kita emban ini. Kebanggaan dan kecintaan terhadap budaya Indonesia, dan rasa tanggung jawab untuk melestarikan dan menjaganya. Semua itu engga dimiliki oleh sebagian besar generasi penerus bangsa.

Generasi yg seharusnya menjaga & melestarikan budaya milik sendiri sekarang malah banyak berbangga diri dengan budaya bangsa luar, ya harajuku lah, ya american lah, segala macem dari luar negeri. Padahal kalau dipikir-pikir buat apa membanggakan barang yg bukan milik kita.

Banyak muda mudi yang tau SNSD, Super Junior, Mariah Carey, Bruno Mars, Simple Plan, dan artis-artis luar lainnya, bahkan sampe hafal lagunya, filmnya, sampe gosipnya aja engga pernah ketinggalan. Itu emang ga salah ko, sob. Malahan bagus banget kalo kita punya wawasan yg luas. Tapi ga lucu juga kan kalo pas kita ditanya tentang gamelan kita malah planga-plongo ga jelas atau garuk-garuk kepala sambil bilang "gamelan itu makanan khas mana ya? saya lupa". Hadoooh, kalo kaya gitu mending mengundurkan diri aja deh sebagai WNI, kembaliin aja tu KTP ke Pa RT.

Kalo mau gaul itu jangan tanggung, sob. Gaul di luar dan kuat di dalam. Gaul di negeri sendiri dan gaul di negeri orang. Jadilah pemuda yg kuat untuk bertahan dari gempuran budaya asing, gimana caranya? ya tentunya dengan mengenali dulu budaya sendiri. Supaya tau gimana perbandingannya, apa yang baiknya, apa yang jeleknya, gimana cara menyikapinya. Itu baru 'The Real Gaul'.

Sekarang gimana caranya kita melestarikan budaya kita?? Ada banyak hal yg bisa kita lakuin ko, sob. ini nih beberapa diantaranya :
1. Bermain permainan tradisional
Kalau kamu sudah terbiasa bermain play station (PS) atau permainan modern lainnya, coba, deh, untuk bermain permainan tradisional. Misalnya, permainan egrang atau jajangkungan, yang berasal dari Jawa Barat. Permainan ini mengharuskan pemainnya berjalan dengan ketinggian pijakan tertentu menggunakan bambu. Ada pula permainan congklak yang dikenal dengan nama yang berbeda di sejumlah daerah, seperti dentuman lamban (Lampung), mokaotan (Sulawesi), dan dakonan (Jawa). Selain itu, ada berbagai permainan tradisional lain, galasin, lompat karet, engklek, dan sebagainya, yang sangat menyenangkan bila dilakukan bersama teman. Selain hati senang, sahabat Bravo! turut mempertahankan permainan tradisional.
2. Jangan malu memelajari kesenian daerah
Jangan ragu untuk memelajari kesenian daerah. Bila di sekolah ada kegiatan ekstrakurikuler menari tarian daerah dan memainkan alat musik tradisional, cobalah untuk ikut serta. Dengan begitu, kecintaan kita terhadap kesenian daerah pun akan tumbuh.
3. Membaca cerita-cerita rakyat
Tahukah kamu dengan cerita rakyat tentang Danau Toba, Malin Kundang, atau Timun Emas? Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke punya banyak cerita rakyat yang menarik untuk dibaca. Jangan hanya membaca komik atau buku cerita asal luar negeri bila Kamu mengaku sebagai bangsa Indonesia.
4. Menyantap makanan tradisional
Orang Indonesia yang tinggal di luar negeri biasanya merindukan masakan tradisional. Sebut saja, rendang dari Padang dan gudeg dari Yogyakarta. Karena itu, kita yang tinggal di Indonesia, sebaiknya jangan menganggap remeh terhadap makanan-makanan tradisional. Meski menyukai makanan asal luar negeri, tetap jadikan makanan tradisional dalam daftar menu favoritmu.
5. Mengenakan busana nasional
Meski diklaim sebagai milik bangsa lain, Indonesia tetaplah yang menjadi pemilik batik. Ya, hampir di seluruh daerah di Indonesia terdapat kain batik dengan motif yang berbeda-beda. Kini, batik tidak hanya dikenakan pada acara-acara resmi. Batik sudah dijadikan beraneka busana yang nyaman dipakai di acara apapun. Selain batik, ada ulos, kain songket, dan berbagai jenis kain lainnya yang patut kita banggakan dan pelihara keberadaannya.
Pakaian kebaya yang telah menjadi busana nasional pun kini tidak hanya dikenakan di acara-acara resmi. Kebaya telah dimodifikasi sehingga bisa dipakai di berbagai kegiatan. Bahkan, kebaya pun tersedia untuk anak-anak.
6. Mengunjungi tempat wisata di Indonesia
Berbagai tempat wisata di Indonesia punya cerita maupun keindahan yang menarik untuk dikunjungi. Ini dibuktikan dengan kunjungan para wisatawan asing ke Indonesia yang selalu bertambah setiap tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sekitar 3,56 juta wisatawan asing yang datang ke Indonesia sejak Januari hingga Juli 2009. Kalau mereka tidak ragu berwisata ke Indonesia, berarti tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengunjungi tempat-tempat wisata di Indonesia.
7. Mengunjungi museum dan pusat-pusat kebudayaan
Museum dan pusat-pusat kebudayaan menjadi tempat yang paling pas untuk mengenal kebudayaan kita. Misalnya, Museum Wayang yang menampilkan ribuan wayang dari seluruh Indonesia. Kita pun bisa berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yang di dalamnya terdapat berbagai anjungan daerah di Indonesia. Beberapa anjungan bahkan dijadikan sanggar berlatih tari, mewayang, maupun kesenian lainnya.

Kebanggaan terhadap budaya Indonesia harus ditumbuhkan sejak dini. Mulailah sekarang juga ! Semangat !! :D 

Senin, 18 April 2011

Musik Keroncong

Keroncong adalah merupakan salah satu musik rakyat Indonesia yang berkembang sejak Abad XIX, dibagi dalam 3 masa perkembangan: KERONCONG TEMPO DOELOE (1880-1920), KERONCONG ABADI (1920-1960), dan KERONCONG MODERN (1960-sekarang).

Keroncong adalah sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis dengan sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado. Sejarah keroncong di Indonesia dapat ditarik hingga akhir abad ke-16,di saat kekuatan Portugis mulai melemah di Nusantara. Keroncong berawal dari musik yang dimainkan para budak dan opsir Portugis dari daratan India (Goa) serta Maluku. Bentuk awal musik ini disebut moresco, yang diiringi oleh alat musik dawai.Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya.Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.

KERONCONG TEMPO DOELOE (1880-1920) berlangsung sejak kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia sekitar tahun 1600-an tetapi baru berkembang sebagai Musik Keroncong pada akhir Abad XIX (ditemukan Ukulele di Hawai pada tahun 1879[1] hingga sekitar setelah Perang Dunia I (sekitar 1920). Pada waktu itu disebut dengan lagu-lagu STAMBOEL: Stamboel I, Stamboel II, dan Stamboel III dengan standar lagu panjang 16 birama. Contoh lagu Stb I POTONG PADI, Stb I NINA BOBO, Stb I SOLERAM, dsb.; contoh lagu Stb II JALI-JALI, Stb II SI JAMPANG, dlsb.; dan contoh lagu Stb III KEMAYORAN (hanya ini yang ada). Masa ini Keroncong berkembang sejak dari desa Toegoe (Cilincing Jakarta sekarang), kemudian hijrah ke Kemayoran dan Gambir, sehingga tidak heran kalau cengkok dan irama menjadi cepat dan lincah. Banyak kelompok musik pada masa ini (seperti Lief Indie) yang memainkan lagu stamboel selain komedi stamboel itu sendiri.

KERONCONG ABADI (1920 - 1959) berlangsung sejak setelah Perang Dunia I (1920) hingga setelah Kemerdekaan (1959). Pada waktu hotel-hotel di Indonesia dibangun seperti Hotel Savoy Homan dan Hotel Preanger di Bandung, jaringan Grand Hotel di Cirebon, Yogyakarta, Sala, Madiun, Malang, dsb., di mana pada hotel-hotel tersebut diadakan musik dansa, maka lagu Keroncong mengikuti musik dansa asal Amerika, terutama dengan panjang 32 birama (Chorus: Verse-Verse-Bridge-Verse atau A-A-B-A). Pada masa ini dikenal dengan 3 jenis KERONCONG, yaitu: Langgam Keroncong, Stambul keroncong, dan Keroncong Asli. Contoh lagu Lg BANGAWAN SALA, Lg TIRTONADI, Lg DI BAWAH SINAR BULAN PURNAMA, Lg SALA DI WAKTU MALAM; Stb RINDU MALAM, Stb JAUH DI MATA, Stb DEWA-DEWI; Kr PURBAKALA, Kr SAPULIDI, Kr MORESKO. Pada waktu itu juga lahir Langgam Jawa: YEN ING TAWANG (1935). Pada perjalanan juga menjadi terkenal oleh penyanyi WALJINAH (1963). Pada masa ini Keroncong berpindah ke SALA, sehingga dengan irama yang lebih lambat dan lemah gemulai. Pada Pekan Raya (Yaar Beurs) di Sala penyanyi legendaris adalah Miss Any Landauw dan Abdullah, sedangkan pemain biola legendaris asal Betawi adalah M. Sagi.

KERONCONG MODERN (1959-sekarang). Pada tahun 1959 Yayasan Tetap Segar Jakarta pimpinan Brijen Sofyar memperkenalkan KERONCONG POP atau KERONCONG BEAT, yaitu sejalan dengan perkembangan musik pop pada waktu itu dengan pengaruh ROCK 'n ROLL dan BEATLES. Lagu-lagu Indonesia, Daerah maupun Barat diiringi dengan Keroncong Beat. Misalnya NA SO NANG DA HITO (Batak), AYAM DEN LAPEH (Padang), PILEULEUYAN (Sunda), dsb, Pada tahun sekitar 1968 di daerah Gunung Kidul Yogyakarta musisi Manthous memperkenalkan apa yang disebut CAMPURSARI, yaitu keroncong dengan gamelan dan kendang. Selain itu juga dipakai instrumen elektronik seperti bass guitar, electric bass, organ, sampai juga dengan saxophon dan trompet. Musisi yang gencar memainkan Campursari adalah Didi Kempot: Stasiun Balapan, Tanjung Emas, Terminal Tirtonadi, dsb.

Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola, ukulelel, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara.

Pem-"pribumi"-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti
-Sitar India
-Rebab
-Suling bambu
-Gendang, kenong, dan saron sebagai satu set gamelan
-Gong.
    Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup
    -Ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E;
    -Ukulele cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan -tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F);
    -Gitar akustik (Ukulele dan Gitar menggatikan Sitar);
    -Biola (menggantikan Rebab);
    -Flut (mengantikan Suling Bambu);
    -Selo;
    -Kontrabas (menggantikan Gong)
      Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar dan selo mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen. Flut mengisi hiasan, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong.

      Bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang menggunakan organ serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong.

      Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.

      Dahulu sebelum Perang Dunia I (1910), musik keroncong dikenal dengan nama STAMBUL, diambil dari KOMEDI STAMBUL KELILING yang menyuguhkan lagu2 keroncong.
      Ciri dari Lagu Stambul adalah panjang 16 birama. Catatan: banyak orang menyebut Keroncong Kemayoran, yang sebenarnya Stambul III Kemayoran

      Setelah Perang Dunia I (1910) dengan adanya inflitrasi lagu pop (akibat adanya pembangunan hotel-hotel di Indonesia tahun 1920-an seperti Hotel Savoy di Bandung, di mana hotel tersebut sering mengadakan musik dansa, sehingga musik keroncong saat itu juga dipengaruhi oleh lagu2 pop barat dg struktur panjang 32-birama: A-A-B-A), maka dikenal:
      LANGGAM KERONCONG (32 birama), misalnya: Lg Bengawan Solo, Lg Di Bawah Sinar Bulan Purnama, dlsb. - STAMBUL KERONCONG (16 birama x 2 = 32 birama), misalnya St Jauh Di Mata, St Dewa Dewi . dlsb. - KERONCONG ASLI (32 birama dg PRELUDE sebanyak 4 birama dan INTERLUDE sebanyak 4 birama), misalnya Kr Sapu Lidi, Kr Purbakala, dlsb.

      Ciri dari Lagu Keroncong ini adalah panjang 32 birama.
      Ada perbedaan Lagu STAMBUL dengan Lagu KERONCONG; yang pertama dengan PANTUN, sedangkan yang kedua dengan SYAIR.

      Keroncong asli memiliki bentuk lagu A - B - C. Lagu terdiri atas 8 baris, 8 baris x 4 birama = 32 birama, di mana dibuka dengan PRELUDE 4 birama yang dimainkan secara instrumental, kemudian disisipi INTERLUDE standar sebanyak 4 birama yang dimainkan secara instrumental juga.
      Keroncong asli terkadang juga diawali oleh prospel terlebih dahulu. Prospel adalah seperti intro yang mengarah ke nada/akord awal lagu, yang dilakukan oleh alat musik melodi seperti seruling/flut, biola, atau gitar.

      Langgam Keroncong
      Bentuk lagu langgam ada dua versi. Yang pertama A - A - B - A dengan pengulangan dari bagian A kedua seperti lagu standar pop: Verse A - Verse A - Bridge B - Verse A, panjang 32 birama. Beda sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan. Penyanyi serba bisa Hetty Koes Endang misalnya, dia sering merekam lagu-lagu non keroncong dan langgam menggunakan irama yang sama, dan kebanyakan tetap dinamakan langgam.

      Bentuk adaptasi keroncong terhadap tradisi musik gamelan dikenal sebagai langgam Jawa, yang berbeda dari langgam yang dimaksud di sini. Langgam Jawa yang pertama adalah Yen Ing Tawang (Tawang suatu desa di Magetan) ciptaan Anjar Any (1935). Langgam Jawa memiliki ciri khusus pada penambahan instrumen antara lain siter, kendang (bisa diwakili dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron, dan adanya bawa atau suluk berupa introduksi vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh. Tahun 1980 Langgam Jawa berkembang menjadi Campursari.

      Stambul Keroncong
      Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya diambil dari bentuk sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh awal abad ke-20 di Indonesia dengan nama Komedi stambul. Nama "stambul" diambil dari Istambul di Turki.
      Stambul memiliki tiga tipe progresi akord yang masing-masing disebut sebagai Stambul I, Stambul II dan Stambul III.

      Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik keroncong adalah bapak Gesang. Salah satu lagunya yang paling terkenal adalah Bengawan Solo. Lantaran pengabdiannya itulah, oleh Gesang dijuluki "Buaya Keroncong" oleh insan keroncong Indonesia,sebutan untuk pakar musik keroncong.
      Salam.